SEJARAH DESA LAPOKAINSE
Desa Lapokainse merupakan daerah pemekaran dari Desa Guali pada tahun 1987. Seiring perkembangan zaman, selama 33 tahun terakhir Desa Lapokainse mengalami 2 kali perubahan kabupaten dan 2 kali perubahan kecamatan. Pertama adalah Kabupaten Muna, namun setelah pemekaran di tahun 2014 kini desa Lapokainse secara geografis dan administratif masuk ke dalam wilayah kabupaten Muna Barat. adapun kecamatan pertama Sawerigadi dan sekarang Kusambi. Sejak berdirinya Desa Lapokainse, telah mengalami 8 kali pergantian kepala desa, terhitung sejak tahun 1987 sampai sekarang sebagai berikut:
Kepala Desa sejak berdirinya Desa Lapokainse adalah sebagai berikut:
No.
|
Nama
|
Masa Jabatan
|
Keterangan
|
1.
|
TAPAHAYA
|
1987-1989
|
|
2.
|
LA ODE MUDA
|
1989-1992
|
|
3.
|
LA OSE M
|
1992-1995
|
|
4.
|
LA NADIRI
|
1995-2000
|
|
5.
|
LA OSE M
|
2000-2007
|
|
6.
|
LA DAERAH
|
2007-2019
|
|
7.
|
ABDUL HAKIM,SM
|
2019-2020
|
PJ
|
8.
|
LA ODE MOHIRABU
|
2020- Sekarang
|
|
Sumber : Profil Desa Lapokainse Bulan Oktober 2020
Masyarakat Desa Lapokainse terdiri atas beberapa rumpun yang merupakan mayoritas penduduk lapokainse, yakni, Rumpun Kowouno, Mabuti, Kararano yang semuanya berasal dari kampong lama Kabupaten Muna.
PROFIL LAPOKAINSE GELAR BATA LAIWORU
(MANUSIA AJAIB)
BAGIAN PERTAMA
KEBERADAAN LAPOKAINSE DI TANAH MUNA
Menurut cerita orang-orang tua di masa lampau bahwa La Pokainse digelar Mie Lumabhi (Manusia yang memiliki Kelebihan), atau manusia ajaib. Pada sekitar abad ke XV di pesisir pantai Laiworu ada sepasang suami istri yang sangat miskin, dan tinggal di sebuah pondok. Penghidupan mereka adalh mencari ikan dan siput di laut dengan menggunakan alat yang sangat sederhana yang disebut Puka. Mereka memiliki seorang anak laki-laki dan perempuan. Pada suatu hari, sang suami mendapat seekor ikan dan ikan itu adalah satu-satunya yang Ia dapat sehingga Ia sangat sayang dengan ikan tersebut, sehinggan setelah dipanggang, ikan tersebut lalu disembunyikannya di bawah lantai pondok.
Sejak saat itu, Ia enggan lagi untuk kembali ke laut untuk mencari ikan. Sebab Ia lebih senang memperhatikan ikan tersebut. Kejadian tersebut membuat putranya menangis terus menerus karena kelaparan hingga membuat hati Ibunya bersedih. Melihat hal itu, sang Ayah turut bersedih sehingga Ia pergi ke laut untuk mencari ikan. Namun, selama sehari semalam di laut, Ia tak kunjung mendapatkan ikan seekorpun hingga membuatnya kecewa.
Di waktu yang sama, ketika sang Istri menyapu di kolong rumah tiba-tiba Ia menemukan ikan yang disembunyikan sang Suami beberapa hari yang lalu. Ikan tersebut segera diambilnya lalu diberikan kepada putranya yang sedang menangis hingga ikan tersebut dimakannya sampai habis.
Keesokan harinya ketika sang Suami kembali ke rumah, Ia memberitahu istrinya bahwa di laut Ia tidak mendapatkan ikan seekorpun. Sehingga Ia mencari ikan yang disimpannya di bawah lantai rumah namun ternyata ikan tersebut telah habis dimakan oleh putranya. Hal itu membuatnya murka lalu memukuli istrinya hingga tak berdaya. Sedang anak-anaknya hanya bisa menangisi ibunya yang tidak berdaya itu. Demikianlah kejadian yang menimpa keluarga miskin itu.
Karena kemarahannya itu, sang Suami pun menjadi enggan ke laut mencari ikan untuk menghidupi keluarganya. Sehingga pekerjaan itu diambil alih oleh istrinya. Sang istri pergi ke laut pada malam hari ketika orang-orang telah tertidur dan Ia hanya mampu mencari di tempat-tempat yang dangkal.
Pada suatu malam, Ia tidak dapat pulang ke rumah hingga siang hari karena pukatnya terkena ikan yang sangat besar sehingga Ia tidak mampu mengangkatnya. Karena itu, Ia kembali ke rumah lalu memberitahu suaminya untuk membantunya mengangkat pukat. Setelah pukat tersebut diangkat mereka terkejut ternyata isinya bukanlah seekor ikan, melainkan seorang laki-laki gagah perkasa yang sedang tertidur di dalam pukat tersebut. Sepasang suami istri tersebut lalu membangunkannya dan membawanya pulang ke pondok. Sesampainya di pondok, mereka terdiam seribu bahasa dan tenggelam dalam keharuan. Sejak saat itu, lelaki perkasa itu tinggal bersama mereka. Tidak ada seorang pun yang mengetahui jati diri lelaki tersebut. Ketika lelaki tersebut di Tanya tentang identitasnya, Ia hanya terdiam dan tidak menjawab. Lelaki itu sangat mempengaruhi kehidupan keluarga miskin itu. Ia nampak sangat rajin, sopan, pintar, cakap, jujur dan selalu menciptakan kedamaian dan menegakkan kebenaran.
Seiring berjalannya wakru, lelaki itu selalu menjadi pusat perhatian warga kampung Laiworu karena mempunyai banyak kelebihan. Misalnya ketika Ia mencari ikan di malam hari, Ia bisa dijumpai oleh orang lain di Wasolangka, di malam yang sama juga ada yang menjumpainya di Tanjung Batu, dan di pulau-pulau bagian Buton lainnya. Sedangkan pada pagi harinya Ia suda berada lagi di pantai Laiworu. Konon kabarnya ia mengendarai sampan yang memiliki kecepatan yang luar biasa. Selain itu pada sore harinya Ia biasa didapati menyadapa aren dari pohon enau di Wasolangka dan Tanjung Batu, dan pagi harinya hasil suda Ia ambil kembali sedangkan jarak kedua tempat itu adalah setengah lingkaran pulau Muna.
Suatu ketika, Istri si miskin dipaksa oleh tetangganya dan orang-orang sekitar untuk menyampaikan idensitas lelaki itu. Lalu dengan jujur, Ia kemudian menceritakan yang demikian itu apa adanya. Kalimat pertama yang Ia sampaikan adalah bahwa orang tersebut Apukae (saya pukat Dia). Ia menjelaskan bahwa pada saat itu ketika pertama kali membuang pukat, Saya langsung mendapatnya dan Dia sedang tertidur. Jadi disitulah awal kami bertemu dan hingga kami bisa saling akrab. Pokoknya, “TAPOKAINSE PAKU” (Kami baru satu kali) saling ketemu. Selanjutnya Ia menceritakan bahwa Ia juga suda berusaha untuk mencaritahu tentang jati diri lelaki itu namun Ia tidak pernah memberitahukannya.
Oleh karena itu, masyarakat pun sepakat untuk menyebutnya TAPOKAINSE. Setelah itu nama tersebut berkembang hingga menyesuaikan dengan nama-nama orang Muna yakni LA POKAINSE. Dan nama itulah yang diletakan pada Lelaki tersebut.
BAGIAN KEDUA
LAPOKAINSE MEMBUAT PERAHU
Dalam aktivitas sehari-hari, La Pokainse membuat sebuah perahu yang cukup besar yang kemudian Ia beri nama La Goloure. Nama tersebut Ia maksudkan bahwa sejauh apapun Ia berlayar bersama perahunya, ketika berangkat pada saat air laut sedang surut, pasti kembali sebelum air pasang. Selain itu juga terdapat perahu sampan kecil yang Ia beri nama La Kilambibito yang berarti kecepatannya seperti kilat. Keadan tersebut merupakan hal-hal yang luar biasa sehingga dengan kelebihan yang dimilikinya itu, Ia digelar OMIE LUMABHI yang artinya manusia yang memiliki kelebihan (Ajaib).
Demikianlah dengan adanya perahu itu, kehidupan keluarga miskin itu makin meningkat hingga mereka mampu menguasai seluruh pantai dalam mencari ikan. Pada suatu ketika, Ia mencari ikan di bagian kepualauan Buton dan berlabuh di sebuah pulau yang disebut pulau Kadatua. Keberadaannya di sana langsung beredar luas di masyarakat tentang adanya pendatang baru yang berlabuh di pantai dan suda seharian mencari ikan. Selama berhari-hari di pantai itu, penduduk semakin penasaran tentang apakah gerangan maksud kedatangan Dia di sana. Hingga akhirnya mereka mengetahui bahwa Ia berasal dari Wuna di pantai Laiworu.
Mendengar kata Wuna, seorang wanita muda terhormat di pulau itu terketuk hatinya sebab Wuna itu adalah tanah kelahirannya. Oleh karena itu Ia memerintahkan kepada orang-orangnya agar pencari ikan tersebut diundang untuk datng menemuinya. Akan tetapi, undangan tersebut tidak pernah ditanggapinya karena kesibukannya mencari ikan. Kemudian, karena beberapa kali La Pokainse tidak menghiraukan panggilan tersebut maka pemimpin / kepala suku di pulau itu memberikan pernyataan bahwa orang luar tidak diperbolehkan menangkap ikan di pulau Kadatua. Mendengar larangan tersebut, La Pokainse langsung menghdp dan dijemput oleh Wanita muda yang pernah mengundangnya beberapa hari yang lalu.
Wanita muda itu menjempunya dengan penuh rasa hormat, karena meskipun Ia (LaPokainse) adalah seorang pencari ikan namun Ia memilik wibawa dan kharsma yang tinggi karena ketampanannya. Kesempatan yang baik itu kemudian dimanfaatkan oleh Wanita itu untuk meminta kesediaan Pria itu agar mu menumpang di atas pperahunya dengan maksud wanita tersebut ingin menjumpai saudara kembrnya di Oenggumora. Pria tersebut kemudia menyetujui permintaan tersebut dan mereka langsung berangkat menuju Oenggumora yang terletah di bagian pulau Buton sebelah Utara. Sesampainya di Oenggumora, tiba0tiba keluar seekor ular sawah yang sangat besar. Namun Wanita itu sedikitpun tidak memiliki rasa takut. Hal itu menimbulkan pertanyaan bagi Pria tersebut (LaPokainse). Namun, sebelum mengungkapkan pertanyaan,wanita muda tersebut langsung menjelaskan bahwa ular tersebut adalah saudara kembarnya. Ia meninggalkannya di tempat itu dari beberapa tahun yang lalu. Kemudian wanita tersebut memperkenalkan dirinya bahwa Ia bernama WA ODE POGO putri raja Muna SUGIMANURU. Dan kakaknya bernama LAKILAPONTO yang sekarang sedang berada di pulau Buton. Karena ketulan dan keterbukaan wanita itu membuat Pria tersebut juga memberitahu tentang dirinya. Ia mengungkapkan bahwa Dia berasal dari pulau Muna/Wuna dan bernama LAPOKAINSE. Setelah saling mengenal kemudian mereka langsng bisa akrab hingga seiring berjalannya waktu rasa cinta tumbuh di antar mereka. Hingga akhrinya mereka menikah.
Peristiwa ini terjadi lagi seperti keadaan dahulu bahwa dalam pertama kali bertemu Wanita dan Pemuda tersebut langsung akrab sehingga karena itu dalam bahasa muna disebut “DAPOKAINSEPAKU TORA”.
VERSI LAIN TENTANG ASAL USUL LA POKAINSE
Menurut cerita dari Buton, utamanya di kalangan Pegawai Syara Masjid Agung Keraton Buton bahwa, SAWERIGADING (Raja Luwu I) selama berada di Muna sempat menikah dan dikaruniai seorang anak yang bernama Lapombangu. Kemudian Lapombangu setelah menikah dikaruniai 2 (dua) orang Putra yn bernama TITAKONO dan LAPOKAINSE.
Yeheskial Lopsau
07 April 2024 13:48:05
Pembangunan desa...